Gresik ~Limbah infeksius atau Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) medis yang diduga berasal dari rumah sakit, klinik, Puskesmas atau fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) menjadi masalah baru di tengah pandemi covid-19 yang melanda Indonesia, bahkan dunia. Kondisi ini juga terjadi di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.
Di Pulau yang dihuni kurang lebih 70 ribu jiwa ini, fasilitas pengolahan limbah B3 medis sangatlah minim. Di beberapa rumah sakit, Klinik, Puskesmas, maupun Fasyankes, limbah B3 medis ini hanya ditumpuk begitu saja di dalam kantong plastik, karung, dan kardus.
Padahal, sebagaimana dijelaskan United Nations Children’s Fund (UNICEF), sampah yang dihasilkan dengan suspek COVID-19 berpotensi menularkan virus Corona kepada orang lain yang kontak dengan sampah tersebut.
Limbah atau Sampah yang dimaksud, antara lain masker medis, jarum suntik, infus, alat pelindung diri, sisa makanan, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas bekas makanan dan minuman.
Foto: sampah/limbah medis yang dibakar disinyalir tidak sesuai standar aturan semestinya dibakar dalam alat tabung pembakaran yang telah disediakan, Ju’mat (9/7/2021)
Berdasarkan panduan Kementerian Kesehatan RI, sampah infeksius mesti dibuang terpisah dengan sampah lain, yakni dengan memasukkan dalam kantong sampah dan tutup rapat. Bila perlu, plastik tersebut diberi keterangan ‘limbah infeksi’. Kemudian, sampah tisu dan sampah masker disemprot terlebih dahulu dengan disenfektan atau alkohol 70 persen sebelum dibuang ke tempat sampah.
Aturan lain mengenai penanganan limbah infeksius atau B3 medis khusus Covid-19 ini diatur dalam Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020
Tahun 2020. Dalam aturan ini disebutkan, untuk limbah medis yang bersumber dari rumah tangga, Pemerintah Daerah diminta berpartisipasi dalam menyiapkan sarana dan prasarana seperti dropbox. Sedangkan limbah yang berasal dari fasyankes dapat dilakukan pemusnahan dengan insinerator bersuhu 800 derajat Celsius.
3 (tiga) alat untuk penghancur alat – alat medis milik Puskesmas Sangkapura yang belum difungsikan sebab ada kerusakan, Jum’at (9/7/2021) (Foto Sufairi: reporter Radar Jatim)
Kepala UPTD Puskesmas Sangkapura, Dr.Faiza, tak mengelak jika pihaknya kesulitan dalam hal penanganan limbah infeksius. Katanya, untuk limbah medis yang dihasilkan oleh Puskesmas Sangkapura, upaya yang dilakukan hanya menimbun sampai pihak pengelola datang untuk mengambilnya. Dalam hal ini, Puskesmas Sangkapura menggunakan jasa PT.Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) dalam pengelolaan dan pemusnahan limbah medis yang dihasilkannya.
“Limbah medis itu ditimbun sementara ke tempat pembuangan sampai dari PT PRIA datang untuk mengambilnya. Lama pengambilan sekitar 1 sampai 3 bulan, sedangkan limbah non medis dibakar,” ujar drg. Faiza, Rabu (7/7/2021).
Terkait penanganan pasien covid-19, drg Faiza menyampaikan bahwa pasien yang reaktif covid-19 dan mengalami gejala sedang dan berat, maka akan dirujuk ke Rumah Sakit setempat. Sedangkan yang gejala ringan diharapkan bisa isolasi mandiri.
Foto:Tumpukan limbah medis di Klinik swasta, Al-Manar dikemas dalam bungkusan yang akan diolah pembakarannya oleh PT.Putra Restu Ibu Abadi (PT.PRIA)
Hal senada disampaikan dr.Mei selaku Direktur Klinik Al Manar, Pulau Bawean. Menurutnya, limbah medis yang dihasilkan Klinik Al Manar seperti alat test Rapid Antigen dan limbah medis lainnya, ditimbun di area yang berada di belakang klinik. Setelah itu, akan diangkut oleh transportir PT PRIA sebulan sekali.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Umar Mas’ud Sangkapura, dr Tony S Haritanto juga tak membantah bahwa limbah medis di wilayahnya sulit tertangani. Terlepas dari itu, dia mengakui jika RSUD yang dikelolanya menjadi rujukan penanganan Covid-19 yang ada di Pulau Bawean.
RSUD Umar Mas’ud, kata dr Tony, menyiapkan 6 ruangan isolasi, di antaranya 3 ruangan di tempati oleh dua pasien yang positif Covid-19, dan 1 ruangan untuk pemulasaran jenazah.
“Untuk ruangan isolasi, pihak keluarga dengan permintaan dan kesepakatan di perbolehkan satu anggota keluarga untuk menunggunya dengan wajib memakai masker dan rajin cuci tangan. Apabila pasien tersebut meninggal, pihak Rumah Sakit mewajibkan keluarga yang menunggunya mandi sebelum pulang ke rumahnya,” ujar dr Tony.
Terkait belum tersedianya fasilitas pemusnahan limbah medis di Pulau Bawean ini ditanggapi oleh Direktur Bawean Corruption Watch (BCW), Nazar. Nazar menyayangkan limbah medis di Pulau Bawean yang tidak tertangani dengan baik.
Nazar menegaskan, dari hasil investigasinya, banyak limbah medis ditimbun di tempat yang tidak terjamin safety-nya, sehingga berpotensi menjadi sumber penularan penyakut. Kondisi itu terbukti dari bekas sisa alat test rapid antigen menumpuk di tempat yang mudah dijangkau pengunjung Fasyankes. Setelah 1 sampai 3 bulan baru bisa diangkut oleh PT PRIA selaku transporter pengangkut limbah B3.
Seharusnya, kata Nazar, ada item-item tertentu yang harus segera dimusnahkan menggunakan insinerator. Untuk itu, Nazar mendesak agar Dinas Kesehatan Gresik atau Dinas Lingkungan Hidup Gresik, bisa mendukung dan membantu Fasyankes dalam melakukan pemusanahan limbah medis, tata caranya sesuai Pemen LHK Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Menurut Nazar, jika hal itu terus di biarkan di Pulau Bawean, maka akan banyak lagi korban suspect covid-19. Pihaknya akan segera menyampaikan temuannya itu secara tertulis ke Dinas Kesehatan Gresik dan Bupati Gresik, agar Pulau Bawean bisa memiliki pengelolaan limbah medis berbasis wilayah sesuai amanat Permenkes No. 18 tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasyankes Berbasis Wilayah.
Masih Kata Nazar juga menyayangkan timbunan limbah medis yang harus menunggu berbulan-bulan untuk dimusnahkan padahal sampai saat ini 3 alat tabung pembakaran sampah /limbah medis belum berfungsi karena Rusak (Fairi)