Berpotensi Membahayakan, CV DEA Dirikan Menara Tower Pemancar Tanpa Melibatkan Musyawarah Warga dan Mengabaikan K3 Dalam Pengerjaan.

Gresik||Liputankasus.com – Sikap arogan kembali ditunjukkan oleh segelintir manusia demi kepentingan pribadi, dengan sengaja menginjak-injak harga diri dan hak masyarakat dengan mengesampingkan dampak kesehatan yang diakibatkan.
Hal itu ditunjukkan secara terang-terangan oleh pihak CV DEA Proyek Pendirian menara tower pemancar (BTS) di Desa Banjarsari, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik.
Tanpa musyawarah, tanpa rapat, tanpa persetujuan warga, seluruh proses perencanaan dan keputusan pendirian tower itu diambil sepihak oleh Ketua RW. Para Ketua RT tidak pernah dilibatkan. Warga hanya tahu-tahu dihadapkan pada fakta pahit dengan apanya tower yang sudah berdiri di tengah lingkungan mereka.
Lebih memalukan, warga sekitar yang harus menanggung resiko paparan radiasi setiap hari, justru hanya diberi kompensasi Rp1 juta per 5 tahun. Nilai yang sungguh hina jika dibandingkan dengan risiko kesehatan, gangguan kenyamanan, dan potensi bahaya jangka panjang yang harus mereka hadapi.
Ironisnya, Pemerintah Desa Banjarsari berdalih semua proses perizinan sudah lengkap. Klaim sepihak yang patut dipertanyakan, mengingat standar pendirian tower seharusnya mewajibkan:
-Persetujuan warga radius 100 meter
-Izin Lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL)
-IMB/PBG dari Dinas Terkait
-Izin Operasional dari Kominfo
-Surat Sewa Lahan resmi dan transparan
Nyatanya? Semua proses itu terjadi tanpa suara rakyat.
Warga Banjarsari bukan menolak pembangunan, bukan anti kemajuan. Tapi ketika ruang hidup mereka dijadikan komoditas bisnis tanpa persetujuan, ketika kesehatan mereka dipertaruhkan hanya demi uang sewa lahan, dan ketika harga diri mereka dihargai hanya Rp1 juta per 5tahun — maka ini bukan lagi soal tower, ini soal perlawanan.
Tower itu mungkin berdiri gagah. Tapi cara berdirinya penuh cacat, penuh kebohongan, dan penuh pengkhianatan.
Pertanyaannya sederhana:
Tower ini untuk kepentingan siapa? Untuk rakyat, atau untuk perut segelintir oknum rakus
Lebih ironisnya lagi pihak pekerja tersebut tanpa menggunakan safety atau alat pelindung diri, seakan mengabaikan aturan yang berlaku serta seakan mengabaikan keselamatan bahkan nyawa pekerja itu sendiri.
dimana aturan terkait pekerjaan yang beresiko telah diatur perihal keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan, UU Keselamatan Kerja, dan peraturan pemerintah, seperti halnya :
1. Menggunakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan risiko yang dihadapi
2. Menggunakan APD dengan benar
3. Menggunakan helm safety saat melakukan pekerjaan yang berisiko cedera kepala
4. Menggunakan sepatu safety untuk melindungi kaki dari cedera
5. Menggunakan safety belt saat bekerja di ketinggian.